Perjanjian Pertanian (Agreement On Agriculture) Oleh WTO
yang merugikan Petani Negara Berkembang.
Liberalisasi
perdagangan yang dianjurkan oleh IMF sebagai salah satu organisasi PBB yang
menangani masalah moneter Negara-negara, secara tidak langsung membuat
negara-negara berkembang segera bergabung dalam WTO. Pada awalnya organisasi
perdagangan dunia atau World Trade Organization didirikan untuk mengatur
perdagangan dunia dengan tujuan agar perdagangan barang dan jasa bisa berjalan
dengan baik dan lancer tanpa mengalami hambatan sehingga mampu tersebar dengan
mudah merata ke seluruh dunia. Namun tujuann tersebut hanyalah tujuan yang
sangat umum dan tidak ada kontribusi secara langsung ke Negara berkembang,
Negara berkembang hanya dijadikan sapi perah Negara-negara maju dengan adanya perjanjian-perjanjian
yang diciptakan oleh WTO dimana perjanjian tersebut merugikan negara berkembang
dan menguntung negara maju.
Perjanjian
yang dibuat dalam kerangka WTO mengikat seluruh anggotanya. Salah satu perjanjian
tersebut adalah Perjanjian Pertanian (AOA, Agreement on Agriculture).
WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk membuka pasar domestik untuk
barang-barang impor dan sebaliknya, negara-negara anggota juga berhak melakukan
ekspor ke negara manapun. Secara garis besar, ada tiga bidang yang diatur oleh
AOA, yaitu:
- Market Acces (akses pasar): mewajibkan negara-negara menurunkan tarif dasar impor pertanian.
- Domestic Support (dukungan domestik): mewajibkan dibatasinya subsidi dan proteksi pemerintah terhadap sektor pertanian dalam negeri.
- Export Subsidy (subsidi ekspor): mewajibakan dibatasi atau bahkan dihapuskannya subsidi ekspor produk pertanian.
Dua
eksportir utama pertanian dunia, yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa sangat
diuntungkan dengan adanya perjanjian Pertanian ini. Karena dengan adanya
perjanjian ini tarif dasar impor diturunkan, sehingga mereka dapat menjual
produk mereka dengan harga murah di negara-negara berkembang. Sebelum adanya
aturan AOA, umumnya produk impor dikenai pajak tinggi, sehingga harganya lebih tinggi
dari produk dalam negeri. Akibat dari perjanjian ini yang menurunkan tarif
dasar impor, produsen pertanian dalam negeri mengalami kerugian.
Selain
itu, larangan subsidi dan proteksi terhadap pertanian yang ada dalam perjanjian
ini membuat para petani menjadi rentan dan sangat beresiko. Harga produk mereka
cenderung naik turun tidak tentu, ketersediaan benih dan pupuk juga tidak
terjamin dan harganya tidak stabil karena disesuaikan dengan pasar. Petani
negara berkembang juga tidak mendapatkan subsidi ekspor sehingga jika mereka
mengekspor produk, harganya akan mahal sehingga sulit bersaing dengan produk
dari AS atau Uni Eropa yang harganya jauh lebih rendah dibandingkan dengan
produk mereka.
Amerika
Serikat dan Uni Eropa justru malah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian AOA
ini dengan tetap memberikan subsidi kepada petani. Selain itu, mereka juga
memiliki teknologi pertanian yang maju, modal yang besar, dan struktur
organisasi yang kuat. Karena itulah mereka berhasil membanjiri negara-negara
berkembang dengan produk-produk pertanian mereka, yang harganya lebih murah
dari produk lokal. Inilah kelemahan dari sistem ekonomi liberal dimana pemilik
modal yang besarlah yang dapat menguasai pasar. Sehingga dengan keadaan seperti
itu para petani Negara berkembang jelas akan tersingkir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar